Sabtu, 18 Desember 2010
INTEGRASI NILAI-NILAI BUDAYA & KARAKTER BANGSA
Langkah-langkah Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran
(dalam Skenario /Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran)
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
a. mengkaji Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;
b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;
c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus;
d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;
e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan
f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.
Jumat, 16 April 2010
SuarA BioLA
Busur penggesek biola terdiri atas rambut2 ekor kuda yang diregang dengan rangka kayu ringan. Rambut2 ini dilapisi dengan bahan kering dan lengket yang disebut rosin (damar). Ketika busur, dawai ikut tertarik ke salah satu sisi tertentu.
Dawai menegang dan tiba-tiba tergelincir lepas dari busur, yang mengakibatkan dawai menggetar dan menata diri kembali ke posisi lurus. Kemudian dawai akan melekat kembali ke rambut busur dan ikut tertarik ke sisi tertentu.
Proses penarikan dan penggelinciran ini berulang sangat cepat sehingga menyebabkan dawai berosilasi (bergetar) maju mundur pada frekuensi getaran alaminuya (frekuensi resonansi)
Dawai menegang dan tiba-tiba tergelincir lepas dari busur, yang mengakibatkan dawai menggetar dan menata diri kembali ke posisi lurus. Kemudian dawai akan melekat kembali ke rambut busur dan ikut tertarik ke sisi tertentu.
Proses penarikan dan penggelinciran ini berulang sangat cepat sehingga menyebabkan dawai berosilasi (bergetar) maju mundur pada frekuensi getaran alaminuya (frekuensi resonansi)
KOMUNIKASI lewat SATELIT
KOMUNIKASI lewat SATELIT
Satelit geostasioner mengedari Bumi pada ketinggian sekitar 35.900 km. Satelit ini beredar pada ketinggian tersebut dengan laju yang mengimbangi laju rotasi planet, sehingga satelit tetap berada di atas lokasi permukaan bumi tertentu. Tahun 1945 penulis cerita fiksi ilmiah Arthur C. Clarke mengisahkan tentang penggunaan satelit geostasioner untuk meneruskan sambungan telepon, siaran televise, dan sintal-sinyal lain antar stasiun di permukaan bumi yang terpisah pada jarak ribuan kilometer. Satelit komunikasi geostasioner pertama, Syncom 2, diluncurkan pada tahun 1963. Sejak saat itu ratusan satelit komunikasi telah ditempatkan di orbit stasioner. Mereka menerima sinyal dari antena pemancar di permukaan bumi, menguatkannya, dan menyalurkan ke antenna atau pesawat penerima di berbagai tempat.
Senin, 25 Januari 2010
Jumat, 15 Januari 2010
RENUNGAN TUK G.U.R.U.
Sebuah fenomena yang ada ditengah keterpurukan dunia pendidikan kita, yakni . . . . ada satuan pendidikan (sekolah.red) yang memperoleh hasil sangat baik pada hasil ujian nasional (dari analisis hasil ujian nasional memiliki daya serap rata-rata 98% untuk semua mata pelajaran yang di ujian nasionalkan), tetapi ironisnya satuan pendidikan ini di judge berada pada kategori “GELAP” dalam pelaksanaan ujian nasional, yang artinya telah terjadinya penyimpangan2, kecurangan2 dan keganjilan2 pada saat pelaksanaan ujian nasional (dari hasil survey dan inspeksi langsung oleh inspektorat di satuan pendidikan ini) ; dan ini bukan satu-satunya . . . . .!!! Apa yang terjadi sebenarnya terhadap institusi pendidikan kita? Tidak Percaya Diri ?. . . gejala ini tidak hanya menjangkiti peserta didik, bahkan orang tua, guru dan pengelola sekolah . . . sudah terjangkiti virus “Tidak Percaya Diri” . . . . Padahal tidak sulit tuk dapatkan serumnya . . . .
Fenomena lainnya ditemukan : Masih ada teman2 guru yang merasa “Terpenjara” ketika membawa/ mempedomani sebuah RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran/Lesson plan) didalam PBM (proses belajar mengajar) . . . . masih ada teman2 guru yang merasa terpasung dengan adanya Silabus yang terikut kedalam kelas ketika PBM . . . . pertanyaannya adalah : “Apakah RPP yg mereka bawa ke dalam kelas adalah benar2 hasil kreasi (improvisasi.red) mereka sendiri ataw hasil paste file orang lain”? Apakah Silabus yang mereka pedomani adalah silabus yg mereka kembangkan sendiri, ataw hanya sekedar adopsi (tanpa adaptasi) dari contoh silabus BSNP? Yaaah . . . hal-hal yang terlihat sepele dan kecil inilah yg sebenarnya menjadi Ruh dlm proses pembelajaran, … yg menjadi esensi dari sebuah proses pendidikan . . . ., tapi kadang terabaikan. Tidak berarti banyak tingginya kompetensi guru dan hebatnya metodologi yang digunakan jika indikator pencapaian dan tujuan pembelajaran yg dikembangkan tidaklah mencirikan ketercapaian Kompetensi Dasar dan tidak berinterseksi dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Fenomena berikut adalah : ketika daya serap hasil Ujian Nasional jauh dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mata pelajaran di satuan pendidikan, maka ramai2 guru menyalahkan pemerintah sebagai penyelenggara Ujian Nasional . . . . padahal kalau kita boleh jujur dan sama2 me-refleksi apa yg telah kita transfer kepada peserta didik . . . . pertanyaannya adalah : apakah Indikator Pencapaian yang kita jabarkan dari KD sudah merupakan ciri tercapainya SK dan KD? Apakah indikator pencapaian yang kita breakdown dari sebuah KD sudah ber-interseksi dengan “Kemampuan yang diuji” pada SKL (Kisi-kisi UN)? Apakah indicator soal yg kita rumuskan sudah mengukur apa yang seharusnya diukur? Dan apakah Pembelajaran yang kita terapkan di kelas sudah berbasis kompetensi (competence based) dan bukannya berbasis materi (material based)? Hanya kita (guru.red) yang tahu apa yang telah kita lakukan buat peserta didik kita . . . Maka tidaklah berlebihan jika muncul pernyataan “Guru punya kontribusi paling besar ketika peserta didik tidak lulus Ujian”
Apabila perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas memenuhi standar proses sesuai permendiknas 41 tahun 2007, maka yakin dan percaya kita dapat membelajarkan peserta didik secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, me¬motivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, sehingga memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi¬tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat peserta didik.
Dan kita akan terus menuju kesana …. Ke pemenuhan standar proses dan standar penilaian pendidikan . . . jangan pernah bosan untuk terus meng-update kemampuan dan pengetahuan kita agar menjadi guru yang professional.
Di dualima November duaribusembilan
Tulisan ini sbg bahan warning bwt diri sendiri . . .
oleh : arum dwi tjondrowaty
Fenomena lainnya ditemukan : Masih ada teman2 guru yang merasa “Terpenjara” ketika membawa/ mempedomani sebuah RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran/Lesson plan) didalam PBM (proses belajar mengajar) . . . . masih ada teman2 guru yang merasa terpasung dengan adanya Silabus yang terikut kedalam kelas ketika PBM . . . . pertanyaannya adalah : “Apakah RPP yg mereka bawa ke dalam kelas adalah benar2 hasil kreasi (improvisasi.red) mereka sendiri ataw hasil paste file orang lain”? Apakah Silabus yang mereka pedomani adalah silabus yg mereka kembangkan sendiri, ataw hanya sekedar adopsi (tanpa adaptasi) dari contoh silabus BSNP? Yaaah . . . hal-hal yang terlihat sepele dan kecil inilah yg sebenarnya menjadi Ruh dlm proses pembelajaran, … yg menjadi esensi dari sebuah proses pendidikan . . . ., tapi kadang terabaikan. Tidak berarti banyak tingginya kompetensi guru dan hebatnya metodologi yang digunakan jika indikator pencapaian dan tujuan pembelajaran yg dikembangkan tidaklah mencirikan ketercapaian Kompetensi Dasar dan tidak berinterseksi dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Fenomena berikut adalah : ketika daya serap hasil Ujian Nasional jauh dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mata pelajaran di satuan pendidikan, maka ramai2 guru menyalahkan pemerintah sebagai penyelenggara Ujian Nasional . . . . padahal kalau kita boleh jujur dan sama2 me-refleksi apa yg telah kita transfer kepada peserta didik . . . . pertanyaannya adalah : apakah Indikator Pencapaian yang kita jabarkan dari KD sudah merupakan ciri tercapainya SK dan KD? Apakah indikator pencapaian yang kita breakdown dari sebuah KD sudah ber-interseksi dengan “Kemampuan yang diuji” pada SKL (Kisi-kisi UN)? Apakah indicator soal yg kita rumuskan sudah mengukur apa yang seharusnya diukur? Dan apakah Pembelajaran yang kita terapkan di kelas sudah berbasis kompetensi (competence based) dan bukannya berbasis materi (material based)? Hanya kita (guru.red) yang tahu apa yang telah kita lakukan buat peserta didik kita . . . Maka tidaklah berlebihan jika muncul pernyataan “Guru punya kontribusi paling besar ketika peserta didik tidak lulus Ujian”
Apabila perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas memenuhi standar proses sesuai permendiknas 41 tahun 2007, maka yakin dan percaya kita dapat membelajarkan peserta didik secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, me¬motivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, sehingga memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi¬tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat peserta didik.
Dan kita akan terus menuju kesana …. Ke pemenuhan standar proses dan standar penilaian pendidikan . . . jangan pernah bosan untuk terus meng-update kemampuan dan pengetahuan kita agar menjadi guru yang professional.
Di dualima November duaribusembilan
Tulisan ini sbg bahan warning bwt diri sendiri . . .
oleh : arum dwi tjondrowaty
Senin, 04 Januari 2010
Langganan:
Postingan (Atom)